Tembang Sunda sangat populer sekali dalam masyarakat Sunda. Tembang Sunda dikenal sebagai musik kamar (kamermuziek). Cirri khas dalam iringan tembang Sunda adalah iringan kacapi sulingnya. Pada awalnya Tembang Sunda hidup dalam lingkungan menak-menak (elite). Isi ungkapan yang diketengahkan dalam tembang Sunda antara lain tentang:
a. Sanjungan terhadap leluhur, terutama pada kejayaan dan “tilemnya” kerajaan Pajajaran
b. Keindahan-Keindahan alam Priangan
c. Ungkapan percintaan. Tema percintaan yang diketengahkan banyak gambaran tentang seseorang yang jatuh cinta atau merasa sakit hati karena dikhianati cintanya.
Tembang sangat erat bersentuhan dengan kesusatraan. Satu hal yang paling menojol adalah Pupuh. Ada beberapa pendapat bahwa kehadiran dan perkembangan tembang banyak tali-temalinya dengan pengaruh pupuh yang masuk pada jaman Mataram dahulu. Walaupun demikian, banyak pula yang tidak mempergunakan pupuh sebagai “ugeran” (patokan) untuk rumpakanya (syair lagu), yaitu dengan mempergunakan bentuk papantunan. Bahkan pada perkembangan sekarang, tidak menutup kemungkinan menggunakan sajak-sajak bebas. Dari kekebasan penggunaan rumpaka atau iringan, terbetiklah bentuk lain yang lebih bersifat style (gaya), diantaranya dikenal dengan nama-nama: Papantunan, Jejemplangan, Rarancagan. Sedangkan lagam-lagam dari Tembang Sunda diketahu ada Lagam Cianjura, Ciawian, Cigawiran, Garutan, Sumedangan.
Memang demikianlah bahwa nama daerah itu akhirnya yang menjadi nama dari lagam-lagam itu. Kalau kita lihat dari penyajian karawitan memang terdapat kebedaan-kebedaan yang cukup menyolok. Misalnya saja antara bentuk Cianjuran dan Ciawian. Perbedaannya banyak pula dipengaruhi oleh penggunaan laras. Cianjuran kebanyakan berlaras pelog, sedangkan Ciawian banyak mempergunakan laras salendro. Hal lain banyak terletak pada interpretasi ungkapan lagu. Sekaligus membedakan dalam menempatkan unsure-unsur mamanis didalamnya.
Kalau masyarakat luas lebih banyak mengenal Tembang Cianjuran tentunya bukan berpijak pada nilai-nilai yang terkandung dalam kedua lagam itu, tetapi dari histories penyebarannya, lagam Cianjuran ternyata lebih meluas. Sampai-sampai ada keinginan untuk menyebut tembang Sunda itu sebagai tembang Cianjuran saja.
Beberapa nama lagu dalam Tembang Sunda: Papatet, Mupu Kembang, Jemplang Titi, Liwung, Asmarandana Degung, Jemplang Karang dan lain-lain.
Dalam sekar tembang Sunda Cianjuran, yang menjadi ciri utamanya adalah ornamentasi atau dongkari. Dongkari adalah teknik menghasilkan suara yang diolah dengan cara tertentu guna memberikan mamanis pada lagu. Dalam praktik vokal tembang Sunda Cianjuran, kedudukan dongkari sangat penting karena merupakan dasar utama bagi vokal tembang Sunda Cianjuran. Oleh sebab itu, materi ini perlu diberikan terlebih dahulu sebagai dasar pijakannya. Apabila semua dongkari ini sudah dapat dikuasai dengan baik, maka untuk mempelajari lagu-lagu selanjutnya tidak akan sukar. Sekurang-kurangnya, dongkari dalam vokal tembang Sunda Cianjuran terdiri dari 17 macam yaitu: riak, reureueus, gibeg, kait, inghak, jekluk, rante/beulit, lapis, gedag, leot, buntut, cacag, baledog, kedet, dorong, galasar, dan golosor. Untuk lebih jelasnya, ketujuh belas dongkari tersebut adalah sebagai berikut.
a. Sanjungan terhadap leluhur, terutama pada kejayaan dan “tilemnya” kerajaan Pajajaran
b. Keindahan-Keindahan alam Priangan
c. Ungkapan percintaan. Tema percintaan yang diketengahkan banyak gambaran tentang seseorang yang jatuh cinta atau merasa sakit hati karena dikhianati cintanya.
Tembang sangat erat bersentuhan dengan kesusatraan. Satu hal yang paling menojol adalah Pupuh. Ada beberapa pendapat bahwa kehadiran dan perkembangan tembang banyak tali-temalinya dengan pengaruh pupuh yang masuk pada jaman Mataram dahulu. Walaupun demikian, banyak pula yang tidak mempergunakan pupuh sebagai “ugeran” (patokan) untuk rumpakanya (syair lagu), yaitu dengan mempergunakan bentuk papantunan. Bahkan pada perkembangan sekarang, tidak menutup kemungkinan menggunakan sajak-sajak bebas. Dari kekebasan penggunaan rumpaka atau iringan, terbetiklah bentuk lain yang lebih bersifat style (gaya), diantaranya dikenal dengan nama-nama: Papantunan, Jejemplangan, Rarancagan. Sedangkan lagam-lagam dari Tembang Sunda diketahu ada Lagam Cianjura, Ciawian, Cigawiran, Garutan, Sumedangan.
Memang demikianlah bahwa nama daerah itu akhirnya yang menjadi nama dari lagam-lagam itu. Kalau kita lihat dari penyajian karawitan memang terdapat kebedaan-kebedaan yang cukup menyolok. Misalnya saja antara bentuk Cianjuran dan Ciawian. Perbedaannya banyak pula dipengaruhi oleh penggunaan laras. Cianjuran kebanyakan berlaras pelog, sedangkan Ciawian banyak mempergunakan laras salendro. Hal lain banyak terletak pada interpretasi ungkapan lagu. Sekaligus membedakan dalam menempatkan unsure-unsur mamanis didalamnya.
Kalau masyarakat luas lebih banyak mengenal Tembang Cianjuran tentunya bukan berpijak pada nilai-nilai yang terkandung dalam kedua lagam itu, tetapi dari histories penyebarannya, lagam Cianjuran ternyata lebih meluas. Sampai-sampai ada keinginan untuk menyebut tembang Sunda itu sebagai tembang Cianjuran saja.
Beberapa nama lagu dalam Tembang Sunda: Papatet, Mupu Kembang, Jemplang Titi, Liwung, Asmarandana Degung, Jemplang Karang dan lain-lain.
Dalam sekar tembang Sunda Cianjuran, yang menjadi ciri utamanya adalah ornamentasi atau dongkari. Dongkari adalah teknik menghasilkan suara yang diolah dengan cara tertentu guna memberikan mamanis pada lagu. Dalam praktik vokal tembang Sunda Cianjuran, kedudukan dongkari sangat penting karena merupakan dasar utama bagi vokal tembang Sunda Cianjuran. Oleh sebab itu, materi ini perlu diberikan terlebih dahulu sebagai dasar pijakannya. Apabila semua dongkari ini sudah dapat dikuasai dengan baik, maka untuk mempelajari lagu-lagu selanjutnya tidak akan sukar. Sekurang-kurangnya, dongkari dalam vokal tembang Sunda Cianjuran terdiri dari 17 macam yaitu: riak, reureueus, gibeg, kait, inghak, jekluk, rante/beulit, lapis, gedag, leot, buntut, cacag, baledog, kedet, dorong, galasar, dan golosor. Untuk lebih jelasnya, ketujuh belas dongkari tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Riak
Menurut Kamus Umum Basa Sunda, riak artinya nimbulkeun cahaya nu siga ombak-ombakan (menimbulkan cahaya seperti gelombang). Sedangkan menurut Bakang Abubakar, istilah riak sama dengan istilah ombak banyu yang artinya gelombang air (Sarinah l994:121). Adapun teknik penyuaraan dongkari riak yaitu mengeluarkan getaran suara pada nada yang tetap yang menyerupai gelombang air. Getaran suara dikeluarkan tanpa tekanan, tetapi secara halus tanpa terputus. Contoh: 5 artinya nada 5 (la) dibunyikan dengan halus tanpa terputus menyerupai gelombang air. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lagu Papatet baris pertama, yaitu:
5 . 5 . 5 5 . 5 54 5 . 5451 2
Pa- ja - jaran ka-ri nga- ran
( 2 ) Reureueus
Reureueus pada umumnya digunakan oleh para penembang untuk menamakan semua jenis dongkari dalam tembang Sunda Cianjuran. Namun demikian istilah reureueus yang digunakan Euis Komariah memiliki pengertian yang berbeda. Reureueus adalah salah satu macam dongkari yang pada prinsipnya sama dengan riak. Sedikit yang membedakannya yaitu teknik penyuaraan pada dongkari riak tidak mendapat tekanan, sedangkan teknik penyuaraan reureueus yaitu getaran suara yang dikeluarkan pada nada yang tetap mendapat tekanan. Contoh: 5, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lagu Papatet baris kedua, contoh:
2 15 5 . 5554 3451 2 15 5 22 2 . 2 15
Pangra- ngo geus narik ko- lo - t
( 3 ) Gibeg
Gibeg menurut Kamus Umum Basa Sunda artinya yaitu ngobahkeun awak ka gigir make tanaga sarta rikat (menggerakkan badan ke samping dengan gerak cepat). Teknik penyuaraan dongkari gibeg yaitu mengeluarkan suara pada nada yang tetap disertai tekanan, dan dilakukan dengan gerak cepat seolah-olah digibegkeun. Sebagai contoh dapat dilihat pada frase pembuka lagu wanda papantunan, sebagai berikut:
03- 2 2 2 . 1212 2 222 1212 23 . 3 34 3 5
Daweu - eung diajar lu- deu- ng
03- 2 2 2 . 1212 2 222 1212 23 . 3 34 3 5
Daweu - eung diajar lu- deu- ng
( 4 ) Kait
Kait artinya sama dengan nyangkol yaitu menempel keras karena lilitan tali. Dalam istilah dongkari tembang Sunda Cianjuran, istilah kait mengandung pengertian yaitu gabungan dua buah nada dari nada tinggi ke nada rendah di mana nada pertama dongkari kait menempel/sama dengan nada sebelumnya, kemudian diikuti oleh satu nada yang lebih rendah. Teknik penyuaraannya yaitu bunyi terakhir dari suku kata yang akan diikuti oleh dongkari kait, dibunyikan kembali sebagai jembatan untuk membunyikan suku kata berikutnya. Sebagai contoh dapat dilihat pada frase pembuka lagu wanda papantunan, yaitu:
03- 2 2 2 . 1212 2 222 1212 23 . 3 34 3 5
Daweu - eung diajar lu- deu- ng
03- 2 2 2 . 1212 2 222 1212 23 . 3 34 3 5
Daweu - eung diajar lu- deu- ng
( 5 ) Inghak
Istilah inghak diambil dari peristiwa menangis yang diterapkan pada dongkari tembang Sunda Cianjuran. Teknik penyuaraannya yaitu pada waktu membunyikan suku kata yang mengandung vokal huruf hidup (a, i, u, e, o), udara sedikit dikeluarkan dengan diberi tekanan sehingga menghasilkan suara yang bunyinya seperti /h/. Diusahakan posisi bibir tidak bergerak saat mengeluarkan udara. Contoh:
03- 2 2 2 . 1212 2 222 1212 23 . 3 34 3 5
Daweu - eung diajar lu- deu- ng
03- 2 2 2 . 1212 2 222 1212 23 . 3 34 3 5
Daweu - eung diajar lu- deu- ng
( 6 ) Jekluk
Dongkari jekluk yaitu gabungan dua buah nada dari nada rendah ke nada tinggi. Misalnya dari nada 1 ke 5, 4 ke 3. Sebelum membunyikan dongkari jekluk, senantiasa diawali oleh nada yang lebih rendah. Misalnya dari nada 1 ke nada 5, senantiasa diawali dengan nada 2. Dari nada 4 ke nada 3, senantiasa diawali dengan nada 5. Teknik penyuaraan dongkari jekluk harus menggunakan tenaga perut. Contoh, pada lagu Papatet, baris kedua.
02 15 5 . 5554 3451 2 15 5 22 2 . 2 15 .
Pangra- ngo geus narik ko- lo - t
Dongkari jekluk yaitu gabungan dua buah nada dari nada rendah ke nada tinggi. Misalnya dari nada 1 ke 5, 4 ke 3. Sebelum membunyikan dongkari jekluk, senantiasa diawali oleh nada yang lebih rendah. Misalnya dari nada 1 ke nada 5, senantiasa diawali dengan nada 2. Dari nada 4 ke nada 3, senantiasa diawali dengan nada 5. Teknik penyuaraan dongkari jekluk harus menggunakan tenaga perut. Contoh, pada lagu Papatet, baris kedua.
02 15 5 . 5554 3451 2 15 5 22 2 . 2 15 .
Pangra- ngo geus narik ko- lo - t
( 7 ) Rante/beulit
Dongkari rante/beulit yaitu gabungan dua buah nada atau lebih yang disuarakan dengan cara mengulang nada-nada tersebut sehingga menghasilkan suara yang bila digambarkan menyerupai bentuk spiral atau rante. Contoh dongkari rante/beulit ini bisa dilihat pada lagu Mupu Kembang yang dibawakan oleh A. Tjitjah pada baris kelima, sebagai beriku:
02 15 5 . 4545 4 51 . 2 2 15 5 2 2 2 321
Nya cada - s cada - s ha -re- ra- ng
( 8 ) Lapis
Dongkari lapis yaitu penyuaraan satu buah nada yang mengikuti nada sebelumnya. dongkari lapis ini seolah-olah mengulang lagi nada yang sudah dibunyikan oleh dongkari lain. Sebagai contoh bisa dilihat pada lagu Mupu Kembang baris kedua yang dibawakan oleh Euis Komariah, sebagai berikut:
03- 2 2 2 . 1 2 2 2 21 2 . 2 15 0
Angkat ba- ri re- rendenga - n
03- 2 2 2 . 1 2 2 2 21 2 . 2 15 0
Angkat ba- ri re- rendenga - n
( 9 ) Gedag
Dongkari gedag yaitu menyuarakan satu nada yang tetap dengan mendapat tekanan. Nada tersebut seolah-olah disuarakan dua kali (diulang). Penempatan dongkari gedag senantiasa di awal kata. Sebagai contoh bisa dilihat pada lagu Mupu Kembang baris pertama yang dibawakan oleh Euis Komariah, yaitu
02 2 . 2 2 . 2 2 2 . 12 0
Payung hiji ku dua - an
02 2 . 2 2 . 2 2 2 . 12 0
Payung hiji ku dua - an
( 10 ) Leot
Dongkari leot yaitu gabungan dua buah nada, dari nada tinggi ke nada rendah misalnya dari nada 5 (la) ke nada 1 (da), nada 2 (mi) ke 3 (na), dan seterusnya. Contoh pada lagu Mupu Kembang baris pertama yaitu:
02 2 . 2 2 . 2 2 2 . 1 2 .
Payung hiji ku dua - an
02 2 . 2 2 . 2 2 2 . 1 2 .
Payung hiji ku dua - an
( 11 ) Buntut
Dongkari buntut pada prinsipnya sama dengan dongkari lapis. Perbedaannya terletak pada penempatannya. Kalau dongkari lapis diletakkan di tengah kata dan senantiasa diikuti lagi dengan dongkari lainnya, sedangkan buntut ditempatkan di akhir kata atau kalimat lagu (frase lagu) dan diikuti oleh satu nada yang lebih tinggi. Contoh bisa dilihat pada lagu Mupu Kembang baris keempat dan kelima, sebagai berikut:
03- 2 2 . . 2 2 2 1212 2 1 . 5 5 . 54
Nya keusik - keusik ba-re - n-ti - k
02 15 5 . 5554 3451 2 2 15 5 2 2 2 . 21
Nya ca-da - s cada - s hare - ra - ng
( 12 ) Cacag
Dongkari cacag yaitu penyuaraan satu buah nada dengan teknik memberikan tekanan pada nada tersebut secara berulang-ulang dan tidak terputus-putus. Contoh dongkari cacag bisa dilihat pada lagu Jemplang Panganten baris ketujuh.
01 1 222 15 . 3 3 3 3454 23 3454
Kieu ka-ja-di-an- na - na
( 13 ) Baledog
Dongkari baledog yaitu gabungan dua buah nada yang disuarakan tanpa tekanan. Dongkari ini senantiasa ditempatkan mengikuti dongkari lainnya seperti gibeg dan gedag. Sebagai contoh bisa didengar pada lagu Mupu Kembang baris kedua, dan Randegan baris kedua yang dibawakan oleh Euis Komariah.
03- 2 2 2 1 2 2 2 212 . 2 15 0
Angkat ba- ri re- rendenga - n
0 3- 2 . 2 1 2 12 . 2 15 0 03-3- 2 3-2 . 2 1
Me -la-------k bako di ba - si - sir
03- 2 2 2 1 2 2 2 212 . 2 15 0
Angkat ba- ri re- rendenga - n
0 3- 2 . 2 1 2 12 . 2 15 0 03-3- 2 3-2 . 2 1
Me -la-------k bako di ba - si - sir
( 14 ) Kedet
Dongkari kedet senantiasa ditempatkan di akhir kalimat lagu yang berfungsi untuk madakeun (mengakhiri) lagu. Dongkari ini biasa digunakan dalam lagu wanda jejemplangan. Sebagai contoh bisa dilihat pada frase lagu pembuka wanda jejemplangan berikut ini:
04 4 .4 4 4 34543454 32 . 2 23 . 5
birit leuwi peu - peunta - san
2.1.1.15. Dorong
Dongkari dorong pada dasarnya merupakan dinamika dari suara yang tidak mendapat tekanan menuju nada berikutnya dengan mendapat tekanan. Biasanya dongkari dorong selalu diikuti oleh reureueus. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada lagu Jemplang Panganten baris kedua sebagai berikut:
2 2 2 . 1 2222 15 0
Linta ----------------- ng salira anjeunna
Atau bisa juga dilihat pada lagu Jemplang Cidadap baris kelima sebagai berikut:
02 2 2 2 . 1 2222 15 0
Dirungsi -----------------ng
04 4 .4 4 4 34543454 32 . 2 23 . 5
birit leuwi peu - peunta - san
2.1.1.15. Dorong
Dongkari dorong pada dasarnya merupakan dinamika dari suara yang tidak mendapat tekanan menuju nada berikutnya dengan mendapat tekanan. Biasanya dongkari dorong selalu diikuti oleh reureueus. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada lagu Jemplang Panganten baris kedua sebagai berikut:
2 2 2 . 1 2222 15 0
Linta ----------------- ng salira anjeunna
Atau bisa juga dilihat pada lagu Jemplang Cidadap baris kelima sebagai berikut:
02 2 2 2 . 1 2222 15 0
Dirungsi -----------------ng
( 16 ) Galasar
Dongkari galasar yaitu gabungan dua atau tiga buah nada yang disuarakan seperti diayun, tanpa terputus, dan mendapat tekanan. Sebagai contoh dapat dilihat pada lagu Jemplang Cidadap baris pertama berikut ini:
4 3 3 3 3333 32 0 3 3454 23 3 3454 4
Alap-ala----------p nyorang tuna
Contoh lain dapat dilihat pada lagu-lagu wanda papantunan, misalnya pada frase pembuka lagu-lagu wanda papantunan berikut ini:
03- 2 2 2 . 1212 2 222 1212 23 . 3 34 3 5
Daweu --------------------ng diajar lu- deu- ng
( 17 ) Golosor
Dongkari golosor yaitu gabungan beberapa nada dengan teknik penyuaraan tanpa tekanan. Wilayah nadanya yaitu dari nada tinggi menuju ke nada rendah. Sebagai contoh bisa dilihat pada lagu Rajamantri baris keenam, yaitu:
3 .2 34545 5
Hanja------kal saumur-umur
Dongkari golosor yaitu gabungan beberapa nada dengan teknik penyuaraan tanpa tekanan. Wilayah nadanya yaitu dari nada tinggi menuju ke nada rendah. Sebagai contoh bisa dilihat pada lagu Rajamantri baris keenam, yaitu:
3 .2 34545 5
Hanja------kal saumur-umur
No comments:
Post a Comment