Sunday, May 23, 2010

SEKAR TANDAK

Sekar tandak ialah nyanyian yang terikat oleh ketentuan-ketentuan ketukan dan matra (wiletan, gatra). Dari ikatan ketukan dan matra-matra banyak berdampingan dengan irama lagu yang dipergunakan. Peraturan-peraturan itu sudah merupakan kaidah tersendiri dari bentuk paduan tandak di antara sekar dan gending. Adapun lagu-lagu dalam ragam sekar tandak dapat kita ketahui sebagai berikut.

(1) Sindenan
Kata Sindenan lebih dikenal pada pergelaran wayang dan kiliningan. Disebut sindenan karena yang membawakannya biasa disebut sinden (waranggana, penyanyi wanita). Lagu-lagu yang dibawakan banyak berpangkal pada bentuk klasik dan tradisional. Walaupun demikian, kreasi-kreasi baru banyak pula dibawakan walaupun dalam beberapa hal telah sedikit berubah warnanya. Perubahan itu sebenarnya banyak dipengaruhi oleh teknik warna suara yang telah khas pada tiap pesinden. Kebanyakan lagu-lagu sinden adalah lagu anggana. Kalau ada beberapa yang bersifat rampak biasanya bersifat kreasi saja. Dalam beberapa penampilan tertentu sindenan mempunyai lagam daerah tersendiri. Lagam itu lebih cenderung disebut pula sebagai gaya (style). Ada dua bagian besar gaya dalam kepesindenan, yaitu: gaya Priangan dan gaya Kaleran.

Yang dimaksud dengan gaya Priangan adalah yang melingkupi daerah Bandung dan sekitarnya, termasuk Priangan Timur. Daerah kaleran antara lain daerah-daerah pesisir utara, seperti Cirebon, Subang dan Karawang.

Salah satu perbedaan yang paling jelas bila kita bandingkan dengan daerah Priangan adalah dalam senggol, dialek dan laras-larasnya. Mengenai hal laras, sindenan gaya Cirebon lebih banyak mempergunakan lagu laras pelog surupan sorog dengan patet Manyuro. Perbedaannya dengan gaya Karawangan banyak terletak pada dialek bahasa dan pada senggol-senggol yang lebih sederhana. Perbedaan dalam senggol terkenal dengan istilah buntut dan buntet. Priangan pada akhir lagu selalu panjang (buntut), sedangkan rata-rata pada senggol kaleran (Subang, Karawang) lebih pendek (buntet). Tetapi karena adanya pembauran, maka sekarang sudah sangat sukar dibedakannya karena baik Cirebon, Karawang maupun Subang sudah melihat Bandung sebagai barometernya. Secara langsung mereka kehilangan kekhasannya. Sebaliknya gaya Prianganpun banyak pula berakibat pada gaya kaleran, terutama Karawang yang lebih banyak diwarnai dengan iringan tepak jaipongan.

Pada dasarnya lagu-lagu sinden banyak mempergunakan laras salendro. Lagu-lagu ageng yang pertama mereka pelajari kebanyakan lagu lagu ageng yang berlaras salendro. Mungkin hal ini disebabkan oleh beberapa pendapat di kalangan para nayaga yang menyebutkan bahwa salendro merupakan “rajana laras”

Satu hal yang tidak bisa dikesampingkan ialah lagu-lagu sindenan selalu diiringi dengan gamelan salendro. Walaupun dalam beberapa hal dibawakan lagu yang tidak berlaras salendro, pirigan (iringan) tetap menggunakan laras salendro dengan mengambil jalur tumbuk. Tumbuk ialah nada-nada yang sama dari laras yang berbeda. Nama-nama lagu sindenan antara lain : Macan Ucul, Senggot, Kulu Kulu Bem, Tablo, Gawil, Kawitan, Badaya, Papalayon Ciamis dan lain sebagainya

(2) Kawih
Salah satu lagam dari khazanah seni suara Sunda. Pengertian kawih pada mulanya sama dengan sindenan, tetapi perkembangan memecah kedudukan yang berbeda antara kawih dan sindenan. Perbedaan itu bukan saja terletak pada pergelaran dan teknik-teknik bernyanyi saja, melainkan juga lingkunganna.

Menurut pengamatan yang bersumber pada buku Siksa Kandanf Karesian tahun 1518, masyarakat Sunda telah mengenal kawih dahulu sebelum tembang (pupuh) masuk pada zaman Mataram (abad XVI). Cuplikan dari buku itu mengatakan bahwa telah dikenal bermacam-macam kawih, anatara lain:
Ø Kawih Tangtung
Ø Kawih Panjang
Ø Kawih Lalangunan
Ø Kawih Bongbongkaso
Ø Kawih Parerane
Ø Kawih Sisindiran
Ø Kawih Bwatuha
Ø Kawih Babatranan
Ø Kawih Porod Eurih
Ø Kawih Sasambatan
Ø Kawih Igel-igelan

Ahli seni suara biasa disebut paraguna. Jelaslah bahwa lagam kawih jauh telah lama hidup dalam khazanah karawitan Sunda. Masalahnya sekarang bahwa hal yang tertera di atas hanya merupakan nama saja karena sudah sangat jarang sekali orang-orang yang tahu tentang lagu-lagu kawih yang disebutkan tadi.

Lagu-lagu kawih lebih banyak berorientasi pada lagu-lagu perkembangan (kreasi baru), sedangkan pada lagu sindenan adalah lagu-lagu klasik dan tradisional. Memang yang paling menonjol sekarang pada kawih ialah segi perkembangan lagu-lagu barunya. Lagu-lagu itu lebih banyak bergerak pada lingkungan pendidikan dan kaum remaja tertentu. Hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan, dimana lagu-lagu kawih banyak diciptakan oleh para juru sanggi (komponis) secara khusus untuk kebutuhan program pengajaran. Tokoh-tokoh seperti Rd. Machyar Anggakusumadinata, Mang Koko, OK Jaman, Ujo Ngalagena, Nano. S dan lain-lain membuat buu-buku pelajaran seni suar dalam bentuk kawih.

Kawih berkembang bukan pada bentuk anggana saja, melainkan mulai berkembang pula pada bentuk-bentuk lain, yaitu dengan bentuk-bentuk paduan suara.

Kawih mempunyai “sejak” yang tersendiri. Hal ini bisa kita perhatikan dari pergelarannya, iringannya dan teknik bernyanyi termasuk didalamnya pemanis-pemanis. Laras-laras kawih dalam lagu-lagu remaja kebanyakan berlaras pelog dan madenda. Laras salendro terasa sangat jarang sekali. Hal ini banyak bersumber pada kreativitas para juru sangginya yang memang sangat jarang menciptakan lagu-lagu dalam laras salendro. Lagam kawih yang terdapat pada tembang adalah pada lagu panambih (ekstra). Lagu panambih adalah lagu tambahan setelah sekar irama merdeka, irama yang dipergunakan tandak. Perbedaan yang menyolok hanya soal surupan saja, dimana kalau tembang surupan rendah (da = G), sedangkan kalau lagam kawih lebih tinggi surupannya (da = A = 440 Hz).

(3) Ketuk Tilu
Lagu-lagunya kebanyakan berirama tandak. Cirri khas dari lagu ketuk tilu adalah dalam iringannya serta melodi lagu yang melengking tinggi dengan warna suar penyanyi wanita yang lincah segar. Keunikan dari penampilan lagu ketuk tilu banyak diwarnai pula dengan kehadiran senggak. Ketuk tilu tanpa senggak rasanya sepi sekali. Keakraban ini telah menjalin suatu warna yang khas yang memberikan warna kemeriahan dan suasana pedesaan (lembur). Senggak adalah suara manusia yang tidak beraturan untuk meramaikan suasana.
Laras-laras yang dipergunakan dalam lagu ketuk tilu kebanyakan laras salendro. Sangat sedikit sekali yang mempergunakanlaras pelog atau madenda. Laras salendro dipergunakan pada ketuk tilu, semarak membawa warna pedesaan, dimana lagu-lagu rakyat banyak dihias dengan warna-warna salendro. Lagu-lagu ketuk tilu buhun sampai kini tetap lestari, tetapi dalam perkembangan akhir-akhir ini banyak lagu-lagu ketuk tilu yang diubah larasnya ke dalam laras degung dan sekaligus diiringi gamelan degung. Tentu saja dalam penjiwaannya kurang sesuai karena lingkungan degung dan ketuk tilu jauh berbeda. Tetapi karena beberapa hal, antara lain rumpaka, teknik menyanyikan, surupan sudah sedemikian rupa diolah ke dalam bentuk kawih, maka tidak jarang orang menganggap seolah-olah lagu itu merupakan ciptaan baru. Nama-nama lagu ketuk tilu yang populer dan terkenal sampai sekarang, antara lain : Polostomo, Geboy, Gaya, Cikeruhan, Bardin.
Penyanyi ketuk tilu mempunyai keistimewaan tersendiri, yaitu mereka harus bisa bernyanyi sambil menari (panggilannya disebut; Ronggeng). Isi lagu-lagu ketuk tilu banyak mengetengahkan sindiran-sindiran cinta atau pikatan supaya “seseorang” mmberi imbalan materi. Dahulu penyanyi ketuk tilu biasa disebut Ronggeng/Doger. Istilah ini kini jarang dipakai, mungkin karena sebutan itu sendiri sedikit berbau/menyerempet tata susila moral tertentu

(4) Lagu Indria
Biasa pula disebut sekar dolanan atau lagu dolanan untuk anak-anak. Secara tradisi lagu-lagu anak banyak terungkap dalam lagu-lagu kaulinan urang lembur. Lagunya dinamis dan sangat akrab dengan gerak. Bahkan dari keakraban itu sendiri berkembang menjadi permainan anak-anak. Pada kesenggangan sore hari, mereka berkumpul, bernyanyi dan bermain. Lagu-lagu yang terkenal seperti Cing cangkeling, Perepet Jengkol, Sasalimpetan, Slep Dur dan lainnya, kebanyakan berlaras Salendro.

Pada perkembangan selanjutnya, lagu anak-anak banyak yang merupakan sanggian-sanggian baru. Laras-laras yang dipergunakan sudah tidak lagi dominant oleh laras salendro saja, tetapi pelog, madenda dan degungpun masuk didalamnya. Bahkan dari jumlah buku-buku nyanyian yang pernah diterbitkan, kebanyakan berupa lagu anak-anak, seperti: Kawih Murangkalih, Sari Arum sanggian Rd. Machyar Anggakusumadinata, Resep Mamaos, Taman cangkurileung, Seni suara Sunda, Sekar Mayang, Bincarung sanggian mang Koko, Sekar Ligar kumpulan uUo Ngalagena. Tercatat khusus untuk kegiatan lagu kawih anak-anak, Mang Koko membuat Yayasan Cangkurileung yang anggota-anggotanya terdiri dari murid-murid sekolah dasar dan lanjutan di seluruh Jawa Barat, setelah mang Koko meninggal dunia kegiatan di sekolah-sekolah dasar dan lanjutan menjadi berkurang.

Beberapa cirri tertentu dari lagu anak-anak, antara lain:
A. Melodi dan Ritme yang sederhana
B. Jangkauan interval suara dan tinggi rendah nada yang terbatas
C. Tema lagu yang banyak berorientasi pada kehidupan anak-anak, seperti permainan, kebersihan, sopan santun dan lain-lain.

Khusus untuk lagu-lagu permainan Mang Koko dan MO Koesman mengolah secara khusus dalam buku Taman Bincarung dengan laras yang dipergunakan salendro. Dalam buku ini selain mereka belajar lagu juga diajarkan teknik permainan yang bersumber dari tema lagu. Istilah yang dipakai disebut Gerak Indriya Bincarung.

Selain bentuk-bentuk kawih dalam lagu anak-anak, juga lagu pupuh yang berjumlah 17, diajarkan sebagai dasar-dasar tembang Sunda. Kebanyakan pupuh-pupuh itu dalam bentuk rancagan, artinya tidak banyak diberi variasi seperti halnya lagu-lagu tembang yang lain.

(5) Lagu-Lagu Rakyat
Lagu yang telah merakyat dan populer di masyarakat. Masalahnya sekarang akan batas kurun waktu. Umpamanya berapa tahun lagu itu bisa digolongkan sebagai lagu rakyat. Memang diketahui bahwa kebanyakan lagu-lagu rakyat anonim dan telah lama hidupnya. Ada pula yang diketahui pengarangnya, diketahui populernya lagu itu dan kini telah menjelma menjadi sebutan lagu rakyat. Dengan demikian, kurun waktu untuk pengertian lagu-lagu rakyat bukan merupakan suatu jaminan sebab banyak lagu-lagu yang telah lama justru hilang dan tidak diketahui oleh umum.

Kebanyakan lagu-lagu rakyat hidup di kalangan lagu anak-anak. Lagu ini seiring dengan gerak-gerak permainan. Lagu-lagu rakyat biasanya lebih sederhana, tidak berliku-liku dalam melodinya. Sifatnya spontan. Gambaran lagu kalau dilihat dari tema-temany adalah permainan, kelakuan seseorang, perjuangan dan lain-lain. Dalam beberapa hal sering didapati bahwa kata-katanya itu tidak diketahui/dimengerti. Lagu-lagu rakyat Sunda banyak yang tidak diketahui maksudnya. Bahkan generasi sekarang hanya mengenal lagunya saja, tanpa mengetahui isi dari kata-katanya.

Di kota-kota besar lagu-lagu rakyat itu sudah sangat jarang diketahui oleh anak-anak. Mungkin dalam beberapa hal mereka merasa asing. Kalaupun ada, mereka mendengar dari hasil rekaman yang telah banyak diolah ke dalam tangga nada diatonis. Apa yang sering dikumandangkan oleh remaja-remaja sekarang tentang lagu rakyat pengolahannya sudah diatonis. Dari penampilan mereka terkadang dirasakan menjadi sangat asing, karena interpretasi mereka terhadap lagu rakyatnya sudah sangat lain sekali. Kelainan mereka itu mungkin karena dua hal. Pertama karena tangga nadanya sudah diatonis, kedua karena mereka hanya tahu dari mulut ke mulut tanpa mempelajari secara khusus dengan pengertiannya sekaligus.

Lagu-lagu rakyat yang masih populer hingga sekarang antara lain: Cing cangkeling, Ayang-ayang gung, Pacublek-cublek uang, Ambil-ambilan, Sorban Palid, Es Lilin, Warung Pojok dan lain sebagainya..

Kebanyakan dari lagu-lagu rakyat yang erat hubungannya dengan gerak-gerak dan permainan, mempergunakan laras salendro, sedangkan beberapa lagu yang sebenarnya tidak erat dengan permainan mempergunakan laras pelog atau madenda.

Lagu-lagu rakyat akan terus berkembang selama para kreatornya terus berkreasi. Hanya mungkin dari sekian jumlah ciptaannya paling-paling hanya beberapa buah saja yang akan sangat populer dan merakyat di masyarakat. Contohnya lagu Es Lilin dan Warung Pojok yang bisa menembus untuk diakui sebagai lagu rakyat (Lagu-lagu ini diketahui penciptanya).


(6) Lagu Pupujian
Lagu berbentuk syair berisi tentang pengajaran agama Islam, nasihat, puji kepada Allah, salawat untuk serta do’a, Lagu pupujian tanpa menggunakan iringan sering dibawakan di masjid atau madrasah, biasa sebelum dilaksanakan shalat, ceramah dan kegiatan lainnya. Saat ini lagu-lagu pupujian berbahasa Sunda (Tagoni, Qasidah) telah berkembang pesat dengan bentuk dan nama yang baru seperti “Nasyid”, penyajiaanya tidak hanya di masjid atau madrasah, tetapi telah pula ditempat-tempat keramaian, termasuk dalam perayaan keagamaan, khitanan, pernikahan dan lain sebagainya. Mang Koko dengan Rumpaka dari RAF banyak membuat lagu-lagu Pupujian ini, seperti lagu Hamdan, Ajilu, Shalawat Bani Hasim, dsbnya.

No comments:

Post a Comment