Sunday, May 23, 2010

BELUK

Karawitan sekar beluk ini sudah langka sekali. Beluk lebih dikenal pada upacara selamatan 40 hari bagi bayi yang baru dilahirkan. Beluk sangat erat dengan pergelaran nembang wawacan. Memang pada dasarnya kesenian beluk hanya menembangkan cerita dalam wawacan yang tersusun ceritanya dalam bentuk puisi terutama pupuh. Wawacan adalah cerita yang disusun menggunakan pupuh dengan maksud untuk dinyanyikan atau didangdingkeun.
Teknik penyajian beluk dibantu oleh juru ilo. Juru ilo dalah orang yang membacakan cerita dalam bentuk prosa (membaca biasa) yang ditujukan kepada penembang beluk untuk bahan kata-kata yang akan dinyanyikannya. Secara spontan dan penuh variasi, juru beluk menyanyikan kata-kata itu. Frekwensi nada yang digunakan adalah nada yang tinggi sehiingga semakin mahir bermain lagu dalam nada-nada yang tinggii makin tinggilah kemampuan ki juru beluk itu.
Teknik bersuara banyak mempergunakan nasal hidung (sengau). Kata-kata yang dinyanyikan sebenarnya kurang begitu jelas terucapkan karena yang lebih penting bagi pendengar adalah teknik-teknik bernyanyinya itu sendiri. Kalau mereka ingin tahu tentang kata-katanya, sebelum dinyanyikan telah disebutkan secara jelas oleh juru ilo.

Beluk sudah dianggap sebagai kesenian buhun (kolot, tua, lama). Penggunaan sekar irama merdekanya memberikan cirri yang tersendiri dari bentuk kesenian rakyat sebab kebanyakan lagu-lagu rakyat Pasundan banyak mempergunakan irama tandak (terikat)

Kalau dilihat dari penyajiannya, dimana ada unsur cerita yang dinyanyikan, maka mungkin sekali dasar-dasar “gending karesmen” di dalam karawitan Sunda banyak berpijak dari perkembangan beluk dengan nembang wawacannya.

No comments:

Post a Comment